Mei 29, 2010

Akankah PBB Bernasip Sama Dengan LBB?

Oleh: SangKodok

Kekacauan yang melanda benua Eropa diawal abad yang lalu ketika dalam Perang Dunia I (PD I) yang hampir kuarang lebih menewaskan 10 juta jiwa umat manusia telah berakhir, masyarakat duniapun membentuk dan mendirikan sebuah organisasi internasional yang berfungsi mengatur kehidupan bersama.Yakni sebuah organisasi bangsa-bangsa atau yang disebut League of Nations (Liga Bangsa-Bangsa) pada tahun 1919. Selama berdirinya, LBB selalu berperan aktif dan turut serta dalam menyelesaikan berbagai masalah-masalah internasional. Hingga pada saat meletusnya Perang Dunia II (PD II) pada tahun 1939, dimana Jerman dengan kekuatan partai NAZI-nya berusah untuk menguasai Eropa. LBB pun akhirnya bubar. Setelah PD II berakhir masyarakat internasional membentuk sebuah organisasi atau lembaga baru yang menggantikan peran LBB dimana organisasi tersebut dinamai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang cakupan organisasinya tidak hanya di lingkup benua Eropa saja akan tetapi suluruh penjuru dunia mulai dari masalah Kashmir (1948) sampai Perang Korea (1950-1953) hingga sengketa Irian Barat (1962).

PBB mempunyai tugas utama berdasarkan Piagam PBB, dimana tugasnya memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Selama empat puluh lima tahun di awal keberadaannya, PBB dirasakan sangat tidak berdaya akibat perang dingin yang terjadi. Namun sejak tahun 1990, di mana telah terjadi pencairan suhu politik global, PBB telah menjadi aktif kembali. PBB memiliki Dewan Keamanan (DK) tetap yang berangotakan 5 (lima) negara yang menang dalam PD II antara lain adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Rusia, dan China.

DK mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain membantu menyelesaikan sengketa secara damai, membentuk dan mengatur pasukan penjaga keamanan PBB, dan mengambil langkah-langkah khusus terhadap negara atau pihak-pihak yang tidak patuh terhadap keputusan DK PBB dengan artian kata menciptakan perdamaian dan keamanan dunia. Akan tetapi pada kenyataannya, hal ini sangat bertolak belakang, banyak permasalahan yang menyebabkan ketidakefektifan dari fungsi DK tersebut. Sebagai contoh, pemegang hak veto dari negara anggota tetap mempunyai kekuatan untuk membendung setiap keputusan yang akan berdampak merugikan bagi kepentingan mereka ataupun sekutunya masing-masing.

Agresi Israel terhadap Palestina yang sedang terjadi sampai saat ini serta dukunga AS terhadap Israel, dan tidak adanya kejelasan penyelesaiannya membuktikan bahwa ada ketidakefektifan dan ketidak tegasan dari DK PBB dalam hal menyikapi konflik Israel-Palestina, padahal kecaman dari berbagai penjuru dunia sedang marak menuntut ketegasan dari semua negara untuk menghakhiri kerisis kemanusiaan yang telah menewaskan warga sipil sekitar 800 jiwa lebih yang diantaranya adalah anak-anak dan mencederai 3000 orang. Coba anda bayangkan, jika atas nama kepentingan nasional tiap negara boleh mengabaikan PBB dan mengajak sejumlah negara lain untuk menyerbu negara lain, lantas bagaimana kehidupan di bumi yang hanya satu dan milik bersama ini?.

Jika kita melihat fakta diatas dimana LBB bubar dikarnakan tidak bisa menghentikan PD II, maka tidak ada salahnya jika saya mewacanakan pembubaran PBB dengan merujuk pada kasus Israel-Palestina yang tak perna kunjung usai dan digantikan dengan sebuah lembaga internasional baru yang akan lebih berdaya guna, lebih demokratis, lebih kokoh, dan lebih mencerminkan kepentingan komunitas internasional. Karena pada saat ini yang dibutuhkan oleh masyarakat internasional adalah DK yang dapat melihat permasalahan sejak dini, lembaga yang dapat menghalangi dan mencegah terjadinya serangan antara negara-negara, serta lembaga yang mampu menjadi perantara dalam melaksanakan penyelesaian. Bukan sebuah lembaga diplomatik-kosmetik yang bisa ditekan-tekan, dikendalikan, bahkan diinjak-injak oleh siapa pun. Dengan kata lain, sebuah badan dunia yang benar-benar mampu mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan secara adil dan beradab, dan yang tak kalah pentingnya lembaga yang menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan, karena dengan perbedaan yang ada kita bias saling melengkapi.

selainitu apabila tercipta suatu lembaga baru, lembaga yang menggantikan PBB diharapkan kedudukan sebagai "anggota tetap" tidak akan lagi dimonopoli oleh bekas negara-negara besar pemenang PD II, tetapi (sebagaimana pernah diusulkan Indonesia) lebih mencerminkan semangat egaliter. Jika perlu kategori "anggota tetap" ditiadakan dan diganti kategori lain yang sifatnya tidak monopolistik maupun permanen.